Sumpah Pemuda merupakan momen bersejarah bagi Bangsa Indonesia khususnya Kaum Muda. Pada 28 Oktober 1928, yang mana 96 tahun yang lalu, pemuda dari berbagai suku dan wilayah berkumpul di Jakarta dalam Kongres Pemuda II. Pertemuan ini bukan hanya pertemuan biasa. Pertemuan ini melahirkan sebuah ikrar yang menyatukan tekad pemuda-pemudi Indonesia dari berbagai suku, agama, dan budaya untuk memperjuangkan satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air—Indonesia.
Ikrar Sumpah Pemuda tidak hanya sebagai kalimat-kalimat yang terucap, namun sebagai sebuah janji untuk melebur semua perbedaan yang ada. Kepentingan bangsa untuk merdeka menjadi sebuah prioritas yang harus diutamakan di atas perbedaan kepentingan masing-masing daerah. Sebab, Indonesia maju dan merdeka hanya dapat diraih oleh persatuan kekuatan dari semua pemuda Indonesia.
Hingga kini, Sumpah Pemuda tetap relevan menjadi pengingat bahwa Indonesia berdiri kokoh karena ikatan persatuan yang kuat di antara keberagaman anak bangsanya. Maka, peringatan Sumpah Pemuda hendaknya tidak hanya menjadi seremonial rutin tetapi menjadi momen refleksi seluruh masyarakat agar terus berkontribusi dalam upaya menjaga keutuhan bangsa.
Namun demikian, zaman yang semakin maju tentu menghadirkan tantangan baru bagi pemuda untuk mempertahankan nilai-nilai Sumpah Pemuda. Globalisasi telah membuka akses yang luas terhadap informasi dan budaya dari berbagai belahan dunia yang tidak jarang malah mengikis jati diri dan rasa cinta di kalangan anak muda. Di tengah gempuran budaya asing, pemuda Indonesia harus membekali diri dengan rasa cinta dan bangga terhadap tanah air agar tetap mampu mempertahankan akar budaya dan persatuan bangsa.
Kemajuan teknologi menjadikan sosial media menjadi kebutuhan primer generasi muda sekarang. Media sosial tidak lagi sekadar sarana komunikasi, tetapi juga platform untuk berekspresi, mendapatkan informasi, membangun jaringan, bahkan mencari peluang pekerjaan. Generasi muda memanfaatkan sosial media untuk mengekspresikan diri hingga mengikuti tren yang terus berkembang.
Namun, informasi dan koneksi tanpa batas tersebut seringkali menciptakan tekanan yang dapat bermuara pada hal negatif. Generasi muda perlu lebih bijaksana dalam memanfaatkan media sosial. Dengan sikap kritis dan kemampuan literasi yang kuat, generasi muda dapat menghindari dampak negatif yang dapat merugikan diri sendiri maupun masyarakat.
Persatuan bangsa merupakan tanggung jawab bersama. Namun jika kita berkaca pada momen Sumpah Pemuda, generasi mudalah yang seharusnya menjadi tumpuan bangsa dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Generasi muda harus mampu memperkuat toleransi antarbudaya, berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan kenegaraan, serta menjadi agen perubahan positif di masyarkat. Semangat Sumpah Pemuda telah diawali oleh para pemuda dan harus terus dirawat oleh pemuda.
Jiwa nasionalisme hendaknya terpatri pada setiap pemuda sebagai landasan utama dalam membangun bangsa yang kuat dan bersatu. Nasionalisme bukan sekadar rasa cinta terhadap tanah air, tetapi juga mencakup sikap tanggung jawab untuk menjaga keutuhan bangsa dan semangat gotong-royong di tengah keberagaman.
Pemuda harus terus berinovasi dan berkolaborasi demi mewujudkan Indonesia yang lebih maju. Seratus tahun kemerdekaan pada tahun 2045 nanti harus disambut dengan semangat kemajuan dan rasa cinta tanah air yang mengakar dalam diri setiap individu. Sumpah Pemuda bukan sekadar janji, namun amanat yang harus diwujudkan dalam aksi-aksi positif untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Dengan mengedepankan kreativitas, kerja sama, dan komitmen terhadap nilai-nilai kebangsaan, pemuda memiliki peran penting dalam membangun Indonesia yang lebih kuat, sejahtera, dan harmonis.
Bersatu Kita Teguh, Berbeda Kita Satu.
Aku Muda, Aku Indonesia.
Oleh: Tim Literasi
#perpustakaanwijang #smkn6solo #wijanglibrary #literasi #perpusnas #p3smptperpusnas #ppukperpusnas
Semangat -Bergerak dan Menggerakkan
Hebat – Keren
Semangat muda usia tua