oleh: Dwi Erma Shofiana

(Wakakur SMK Syubbanul Wathon Magelang) yang ditunjuk sebagai pemateri oleh DITPSMK

Pada Senin, 2 September 2024, SMK NEGERI 6 SURAKARTA menggelar kegiatan penting di AULA sekolah dalam rangka persiapan pembelajaran Project Based Learning (PBL). Acara yang dipimpin oleh Ibu Irma S ini mengusung tema besar terkait pengembangan Teaching Factory (TEFA) di lingkungan sekolah. Berbagai agenda workshop yang diadakan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis proyek melalui penguatan konsep TEFA, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif pada hasil belajar peserta didik.

Dimulai dengan paparan Teaching Factory SMK, dimana dalam kesempatan ini, materi tentang Teaching Factory (TEFA) menjadi fokus utama. Sosialisasi bantuan Pemerintah yang mendukung pelaksanaan TEFA di SMK NEGERI 6 SURAKARTA menjadi titik awal diskusi. Hal ini diikuti oleh rangkaian workshop yang mencakup persiapan pembelajaran, penyusunan modul belajar, pembuatan instrumen asesmen, hingga evaluasi penerapan TEFA. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyamakan persepsi dan mempersiapkan seluruh elemen sekolah dalam mengimplementasikan TEFA secara efektif dan efisien.

Berikutnya ibu Irma memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan materi, antara lain:

  1. Apa itu Teaching Factory (TEFA)
  2. Mengapa Harus Teaching Factory
  3. Perbedaan TEFA, Unit Produksi (UP), dan Project
  4. Dokumen yang Diperlukan dalam TEFA
  5. Tahapan Pengembangan TEFA
  6. Langkah Pembelajaran dalam TEFA.
  7. Perangkat Pembelajaran TEFA

Berikut jabaran dari hasil jawaban peserta:

1. Apa itu Teaching Factory (TEFA)?

Teaching Factory adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan proses pembelajaran dengan proses produksi dalam suasana industri nyata. TEFA tidak hanya mengajarkan teori kepada peserta didik, tetapi juga mengajarkan bagaimana teori tersebut diterapkan dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya.

  • Teaching: Berfokus pada proses pembelajaran di kelas yang mengajarkan teori-teori dasar serta keterampilan praktis.
  • Factory: Menekankan pada proses produksi yang meniru kondisi industri sesungguhnya, di mana peserta didik terlibat langsung dalam produksi barang atau jasa.

2. Mengapa Harus Teaching Factory?

Implementasi TEFA menjadi krusial bagi SMK dalam mendekatkan pembelajaran intrakurikuler dengan kebutuhan industri. Dengan TEFA, peserta didik tidak hanya belajar hard skills dan soft skills, tetapi juga memahami budaya kerja industri sejak dini. Beberapa alasan utama penerapan TEFA adalah:

  • Menyesuaikan Pembelajaran dengan Dunia Kerja**: TEFA mendekatkan pembelajaran di sekolah dengan kondisi nyata di industri, sehingga lulusan memiliki keterampilan yang relevan.
  • Meningkatkan Kemandirian Sekolah: Dengan TEFA, sekolah dapat mandiri dalam melaksanakan pembelajaran vokasi yang berorientasi pada kebutuhan pasar.
  • Menghasilkan Lulusan Siap Kerja: Lulusan yang telah melalui pembelajaran TEFA memiliki keterampilan yang dibutuhkan industri, baik dari segi hard skills maupun soft skills.

3. Perbedaan TEFA, Unit Produksi (UP), dan Project

  • TEFA: Fokus pada pembelajaran budaya kerja industri, di mana seluruh siswa terlibat dalam proses produksi non-profit untuk tujuan pembelajaran.
  •  Unit Produksi (UP): Berorientasi pada profit, dengan tidak semua siswa terlibat, untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan.
  • Project: Berorientasi pada penyelesaian masalah produk, melibatkan semua siswa dalam penyelesaian kompetensi sesuai dengan capaian pembelajaran (CP).

4. Dokumen yang Diperlukan dalam TEFA

Untuk menjalankan TEFA, beberapa dokumen penting diperlukan, seperti:

  • Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)**: Untuk merencanakan setiap sesi pembelajaran.
  • Silabus**: Mengatur materi yang akan diajarkan selama satu semester atau tahun ajaran.
  • Kerangka Kerja Mitra Industri**: Sebagai pedoman untuk menjalin kerja sama dengan industri terkait.

5. Tahapan Pengembangan TEFA

Pengembangan TEFA di sekolah memerlukan beberapa tahapan, antara lain:

  1. Sosialisasi: Menyamakan persepsi di antara seluruh pemangku kepentingan.
  2. Penyusunan Struktur TEFA: Membentuk kerangka kerja dan organisasi yang jelas untuk TEFA.
  3. Penguatan Mitra Industri: Membangun dan memperkuat kerja sama dengan mitra industri.
  4. Pengembangan Produk: Menentukan produk atau jasa yang akan diproduksi dalam TEFA.
  5. Evaluasi: Melakukan evaluasi secara berkala untuk mengetahui hambatan, kekurangan, dan melakukan perbaikan.

6. Langkah Pembelajaran dalam TEFA

Terdapat tujuh langkah utama dalam pembelajaran TEFA, yang meliputi:

  1. Identifikasi Produk: Memilih produk yang sesuai dengan konsentrasi keahlian yang diajarkan di sekolah.
  2. Analisis: Melakukan analisis terhadap kebutuhan produksi, termasuk bahan baku dan alat yang diperlukan.
  3. Perancangan: Merancang proses produksi dari awal hingga akhir.
  4. Pengembangan Prototipe: Membuat prototipe atau contoh produk.
  5. Produksi Massal: Memproduksi barang atau jasa dalam jumlah besar.
  6. Pengendalian Mutu: Mengontrol kualitas produk agar sesuai dengan standar.
  7. Layanan Purna Jual: Memberikan layanan kepada konsumen setelah produk dijual.

7. Perangkat Pembelajaran TEFA

Karena TEFA merupakan bagian dari intrakurikuler, perangkat pembelajaran yang harus disiapkan meliputi:

  • Capaian Pembelajaran (CP): Menentukan hasil belajar yang diharapkan dari peserta didik.
  • Alur Tujuan Pembelajaran (ATP): Menetapkan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai CP.
  • Modul Pembelajaran: Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan TEFA.
  • Instrumen Asesmen: Alat untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik dalam TEFA.

Dengan persiapan yang matang, SMK NEGERI 6 SURAKARTA siap untuk menjalankan pembelajaran berbasis proyek yang terintegrasi dengan industri melalui Teaching Factory. Diharapkan, melalui kegiatan ini, SMK dapat menghasilkan lulusan yang benar-benar siap kerja dan mampu bersaing di dunia industri

(ditulis oleh: Wahyudi Ari Prabowo)

#perpustakaanwijang  #smkn6solo   #wijanglibrary   #literasi   #perpusnas   #p3smptperpusnas #ppukperpusnas